Jika Allah Sudah ‘campur tangan’

Pernahkah Anda merasakan bentuk sebagaimana judul di atas? Apa jadinya jika Allah sudah turun tangan mengatur hidup kita? Bagaimana ini bisa terjadi? Apa untungnya bila hidup kita rela diatur oleh Allah? Pernahkah Anda dihadapkan pada kenyataan untuk memilih dan memutuskan sesuatu di saat yang seharusnya?

Pernahkah anda merasa bahwa hal tersulit dalam hidupnya adalah betapa sulitnya ia mengendalikan dirinya. Ia sulit menempatkan dirinya pada situasi dan orang tertentu. Bagaimana sulitnya ia menatur sikapnya bila bertemu atasannya, atau dipanggil seseorang tanpa tahu mengapa, atau menyikapi hal baru, teman baru, atau (bahkan terhadap lawan jenis, begitulah pikir saya selanjutnya). Bagaimana mungkin pula ia mampu mengatur kata-kata yang keluar? Bagaimana pula bila tidak biasa menanggung resiko atas apa yang kita katakan?

Sebenarnya satu hal yang paling penting bukan sikap, tapi pikiran… Karena bagaimana sikap adalah bagaimana pikiran kita juga.

Apa gunanya kita mengendalikan pikiran kita? Lantas di mana peran Tuhan dalam hal ini? Anda pasti tahu bahwa pikiran kita menentukan siapa diri kita. Itu pasti. Pikiran atau mind itu adalah bentukan profil diri kita yang akan menentukan siapa diri kita.

Lirik Mariah Carey, Hero:

there’s a hero… If you look inside your heart,

you don’t have to be afraid of what you are,

there’s an answer, if you reach into your soul,

and the sorrow that you know, will dissepear.”

Pikiran adalah kendali sikap. Otak memang benda yang rumit namun amazing! Pikiran kita memang menentukan sikap kita. Kelogisan analisis otak kiri dan visualisasi otak kanan yang amazing, akan mengisi pikiran kita tentang banyak hal. Semuanya diimbangi dengan bagaimana pikiran bisa bekerja sama dengan suara hati. Karena Tuhan berkomunikasi melalui gelombang hati kita. Bagaimanapun pertimbangan spiritual kita perlu kita mintakan fatwanya, karena jawabannya ada di hati, kalau kita mau cari.

Mental, pikiran, perasaan. Kombinasi sistem yang rumit namun setiap orang pasti pernah melaluinya. Biasanya pikiran terasah kalau kita sering diskusi, membaca (lisan, tulisan, alam), berargumen, mendengar, dan berani mengungkapkannya. Pada akhirnya pun semakin terasah pikiran kita semakin terasah pula mental berpikir dan bertindak kita, kita pun terbiasa untuk menelaah dan menganalisis setiap langkah kita.

Ketakutan, menghindari masalah, kecemasan, kekhawatiran, kepasifan. Kombinasi sistem yang parah! Intinya pikiran. Sebenarnya sangat disayangkan bila kombinasi ini ada terkumpul dalam satu diri. Ia menjadi seseorang yang menutup diri untuk lebih percaya dengan dirinya. Makin jelaslah bahwa kekurangan dirinya lebih ia lihat dari pada kelebihannya sendiri. Padahal orang lain melihat kebaikan dan kelebihan dirinya. Akhirnya, kepada siapapun ia akan kesulitan melihat dirinya.

Sebenarnya sikap apapun yang kita pilih bila kita telah memutuskan dengan kebijakan diri kita, kita masih punya ‘tangan’ lain yang juga wajibnya kita yakini adanya. Mental kita, pikiran positif kita pada Tuhan, pada akhirnya akan mengantarkan diri kita pada sebuah keyakinan bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita selama kita setia pada nilai-nilai kebaikan. Tuhan akan ‘ikut’ campur tangan bila kita telah berusaha dengan tiada kata menyerah, dengan segenap pikiran, mental, dan hati kita kepada sebuah keyakinan.

Jika Allah sudah campur tangan, berarti kita telah membiarkan kesempurnaan melingkupi diri kita yang lemah.



Mudahnya Menyalahkan Keadaan

Jika hidup diibaratkan sebagai samudera maka sejauh mata memandang, betapa luas dan tak bertepi. Jika kita adalah bahtera itu, maka kitalah sang penjelajah samudera kehidupan itu. Bukan masalah keĀ  manapun tujuannya, perjalanan itu yang menentukan.

Hidup ini memang tidak selalu menyajikan hal yang sesuai dengan jalan pikiran kita. Tidak selalu menyajikan kesenangan saja. Itu sama saja menentang hukum alam, sunnatullah. Sama pula dengan membohongi diri sendiri. Memangnya siapa diri kita jika kita ingin enaknya saja. Memangnya kita ini sudah ‘merasa’ berhak dan layak menerima ‘kesenangan’ saja. Memangnya pula, kita ini sudah ‘merasa’ selalu memberikan yang baik, kesenangan, happiness, pada sekitar kita, hingga kita ‘merasa’ tidak pernah membuat sekitar kita sedih atau terganggu atau tidak nyaman dengan diri kita. Jika kita pun ‘merasa’ ‘layak’ untuk hanya menerima apapun sesuai dengan pikiran dan harapan kita, maka kita belum mengerti arti kehidupan yang sesungguhnya, yang hakikatnya.

Kehidupan (dunia) itu adalah paket lengkap bekal kita kelak. Allah memberikan paket kehidupan itu lengkap dengan diri kita, karena diri kita ini adalah paket yang sebenarnya. Paket yang hakikatnya juga telah lengkap dengan segala kebaikan dan kekurangannya. Jadi, kalau kita ingin senang saja di dunia ini, maka kita menentang diri kita sendiri.

Samudera dan bahtera. Apakah samudera yang mengikuti gerak bahtera? Ataukah bahtera yang menyesuaikan irama gelombang samudera? Hukum alam itu tidak akan pernah terbalik. Mau pakai ilmu apa juga tidak akan pernah bisa. Anda bisa menjawabnya bukan?

Sering kali bila penumpang bahtera itu ingin cepat sampai selalu bergumamm, kapan ya sampainya? Mana ya, daratannya? Kok lama, ya? Atau setidaknya berkata, kok jalannya lama amat, ya? Gimana sih kapalnya? Apa Anda melihat persamaan dari semua tanya di atas?

Semuanya tentang hal di luar diri kita, kan? Kok tidak bilang, kok aku tidak sabaran ya? Kenapa sih aku ini, kok sewot aja? Ada apa sih sama diri aku ini? Pada akhirnya semuanya jadi kelihatan cepat selesai hanya dengan menyalahkan keadaan. Bukan kita yang pertama.

Lalu mengapa mudah sekali seseorang menyalahkan keadaan? Mengapa begitu mudahnya bahtera menyalahkan gelombang? Padahal logikanya, kalau tidak ingin terkena gelombang, ya jangan pakai bahtera. Naik pesawat, memang jaminan aman? Pakai angkutan darat? Memang jaminan aman juga? Akhirnya pusing sendiri kan memikirkan caranya.

Pertama dan terakhir, dan yang utama adalah karena dirinya yang tidak mengenal dirinya sendiri. Terutama pikiran dan hatinya. Mulai dari kurang perhatian sampai tidak terurus sama sekali. Biasa memang manusia. Kalau urusan fisik, pasti siap siaga. Tapi kalau urusan soul and mind? Ntar duluu… Jerawat satu nemplok di wajah saja, sudah pusing 17 keliling. Tapi kalau pikiran kotor sedikit saja atau hati berprasangka jelek saja tidak pernah dipikirin kok. Biarin saja istilahnya. Itu sama saja orang yang jerawatan terus dia cuek dengan jerawatnya, dan tetap dibiarkannya jerawat itu dan pede pula. Akhirnya bagaimana rupanya? Ya, nilai saja sendiri. Kasihan sebenarnya kalau orang jauh dari dirinya sendiri. Ia akan jauh dari kehidupan itu sendiri.

Apapun alasan selain yang di atas, itu hanya turunannya saja. Sekarang kalau karena prasangka. Itu kan masalah pikiran kita. Kurang sabar, berarti kan masalah hati. So, memang kita selalu terkendala dengan sikap kita sendiri. Masalahnya sikap kita bagaimana pikiran kita. Sedangkan sikap kita melahirkan tindakan, sedangkan tindakan melahirkan kebiasaan, kalau sudah kebiasaan, biasanya melahirkan tabiat atau lama-lama jadi melekat dengan profil diri kita.

Memang paling gampang menyalahkan keadaan. Karena kita tidak mau mengakui diri kita sendiri. Akhirnya apa? Hidup kita dipenuhi dengan ketidaknyamanan, berat sendiri. Akhirnya kita memupuk arogan diri dan jauh dari yang namanya Rahmat Hidup. Masalahnya banyak dari kita yang ogah cari rahmat hidup, maunya nyari kesenangan semu semata. Hidup kita? Ya, minimal bagus dari luar rapuh di dalam. Mudah pecah. Wallahu’alam.

Mahal ataukah Murah Diri Kita?

Sabtu ini, tanggal 6 Februari tahun 2010, Dinas Pendidikan DKI Jakarta sepertinya serempak mengadakan Tes Diagnostik Kemampuan guru kelas IV, V, dan VI. Khususnya untuk mata pelajaran UASBN seperti Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia. Penyelenggaraannya dilaksanakan di masing-masing kecamatan atau wilayah yang ditunjuk. Menurut informasi tes ini salah satunya akan menunjukkan peringkat sekolah dasar.

Dilihat dari namanya, diagnostik sama dengan istilah yang sering dipakai dokter bila mengatakan diagnosa. Artinya ada unsur memeriksa dari hasil tes. Dengan melihat hasilnya akan diketahui sampai sejauh mana tiga mata pelajaran itu dikuasai para guru kelas. Seberapa jauh tingkat penguasaan guru terhadap mata pelajaran tersebut.

Menjadi salah satu perwakilan dari sekolah tempat saya bertugas menjadi tantangan baru bagi saya. Tantangan sekaligus penasaran dengan suasana dan antusiasme guru yang mengikutinya. Sekaligus melihat atmosfir tes bila yang menjadi pesertanya adalah yang biasanya mengetes siswanya sendiri. Bagaimana rupanya, ya?

Tak disangka. Sabtu ini adalah hari ke-2 tes diagnostik dengan mata pelajaran yang diujikan adalah IPA dan Bahasa Indonesia. Pelajaran pertama adalah IPA. Setelah berjalan selama kurang lebih 5 menit, terlihatlah suasana yang sesungguhnya. Bagaimana tidak heran (terlebih bagi saya). Banyak yang malah asyik bertanya kanan kiri, depan belakang. Bahkan segala buku primbon pun dengan nyamannya dibuka di bawah meja (laci meja). Pada akhirnya suasana jadi entah bagaimana dimaklumi saja oleh para pengawas yang dua orang banyaknya per kelas. Bahkan, tutur rekan sejawat saya, pengawasnya pun menyatakan harap saling mengerti saja selama tidak mengganggu pihak masing-masing. Maksudnya?

Namun hebatnya adalah Bahasa Indonesia. Saking banyaknya bacaan, mana bisa mereka melihat buku primbon? Bahasa itu terlalu luas untuk dicari di buku primbon apapun. Paling akhirnya mereka jadi bertanya sana-sini. Aneh! Serendah itukah mereka memberi harga pada diri mereka sendiri?

Benar-benar tak menyangka. Bahkan mungkin bukan kali ini saja. Hanya kami saja yang kali ini melihatnya. Kami yang baru tahu dunia sebenarnya. Menyedihkan bila ingin memberi nama baik sekolah hanya dengan cara sedangkal ini. Benar-benar merendahkan profesi kami, guru, pendidik. Lantas masih pantaskan dibilang bersih? Oh, my, God!

Harga Diri

Pada salah satu bahasan materi kelas 3 SD semester II, disebutkan ada materi tentang Harga Diri. Tepat pada minggu-minggu ini kami membahasnya di kelas kami, bersama siswa tercinta kami. Saya masih ingat pertanyaan yang saya ajukan kepada mereka sebelum saya membahas masalah harga diri ini. Agar maksud saya langsung terbayang oleh mereka. Pertanyaan saya adalah, “Kalau Ibu harus beli kamu, berapa sih harga diri kamu? Berapa juta? Berapa milyar? Apa hanya sepuluh ribu rupiah?”

Wajah mereka langsung memahami maksud saya dengan spontan menjawab, “Enak aja kita cuma dibayar sepuluh ribu!!”

Jadi, mengertilah saya bahwa mereka memahami maksud pertanyaan saya. Mereka mengerti bahwa harga mereka mahal. Meskipun saya tahu bahwa mereka melihat dari sisi fisik atau jasad mereka sendiri. Mana mau mereka dibayar serendah itu? Artinya mereka ingin bahwa mereka adalah diri yang mahal.

Nah, bagaimanakah harga diri guru atau pendidik bila caranya semurah ini? Jelas-jelas saya paling sewot kalau melihat mereka mencontek. Jangankan mencontek, mendengar mereka mengatakan menyerah saja sudah saya ajak bicara empat mata.

Apa masih pantas materi Harga Diri ini menjadi materi pada pelajaran moral semacam PKn? Masih pantas, ya?

Saya selalu menanyakan dan menegaskan pada murid saya tentang mahal murahnya diri kita tergantung cara apa yang kita pilih untuk meninggikan kualitas harga diri kita. Masalahnya adalah masa depan. Pilihan sikap kita hari inilah yang akan menentukan kualitas masa depan kita. Apakah malah kita yang sudah lagi tidak memiliki masa depan? Ataukah punya masa depan tapi terlalu gelap untuk dibuat terang?

Menyedihkan. Hanya itu yang bisa saya sampaikan dengan kondisi profesi kami. Nilai-nilai hidup terlalu rapuh untuk tegak. Terlalu rapuh untuk hadir dalam hati kita. Hidup terlalu berharga bila hanya ditukar untuk peningkatan kompetensi semu. Kita masih belum bisa membedakan yang hakikat dengan yang semu. Kasihan murid dan masa depan mereka bila gurunya masih begini.

Namun berbahagialah orang-orang yang jujur. Mereka sedikit. Tapi itulah wakil nilai-nilai kebaikan yang diberikan Tuhan. Karena itulah Tuhan akan menjaga mereka, karena mereka membaikkan semua dengan nilai-nilai kebaikan. So what gitu, lho!

Jadi, karena pasertanya adalah guru-guru, perkenankanlah saya mengajukan pertanyaan yang sama kepada Anda, mahal ataukah murah diri kita?

Memang Sulit Praktiknya, tapi Bisa!

Ternyata susah juga menyelami pikiran sendiri. Tidak mudah memang memahami pikiran sendiri. Dan bukan hal ringan memang untuk mengendalikan pikiran sendiri. Apalagi untuk menenangkan pikiran sendiri. Kebalikannya, jika menyangkut pikiran orang lain, kelihatannya cukup mudah, mungkin lebih mudah mengendalikan atau memberi pesan pada pikiran orang lain ketimbang mengatur pikiran kita sendiri. Meskipun semua tergantung diri kita sendiri.

Sebelumnya ada sebuah catatan sangat baik yang ingin dikutip di sini.

Bunyinya begini:

http://blifa.blogspot.com/2009_12_01_archive.html

Kutipan ini dapat Anda lihat pada alamat di atas. Anda bisa membrowsingnya di alamat tersebut.

Pengertiannya sangat membaikkan. Arti lepasnya begini :

Orang yang berpikir positif

melihat sesuatu yang tak terlihat mata,

dapat merasakan yang tak bisa diraba,

dan dapat meraih yang tidak mungkin

Keluwesan hati kita memang dituntut lepas dari sangkaan yang membelit diri kita sendiri. Sulit kalau cuma bisa bicara ikhlas, namun belum lagi diuji. Apalagi jika kita berani mengatakan pada orang lain. Padahal sebenarnya bahagianya langsung diuji, lho. Biar tidak ada hutang omongan lagi. Nah, inilah yang sulit praktiknya. Menetralkan hati dan pikiran ini yang rumit dan butuh fokus tingkat tinggi. Manusia memang makhluk yang rumit. Terlalu rumit untuk mengenali diri sendiri. Namun inilah ujian bagi manusia yang bisa bertahan karena Allah juga memberi modal agar manusia bisa bertahan alias survive. Manusia punya segala cara tinggal menggunakannya dengan optimal. Kita punya akal dan hati yang seharusnya memimpin kita. Bukan pikiran jelek kita. Sungguh terlalu juga diri kita kalau malah membiarkan pikiran negatif menghantui diri kita. Kita juga yang salah, kita juga yang rugi.

Memiliki pemikiran positif menghendaki kita berempati pada keadaan atau seseorang. Bagaimana baiknya kita memposisikan diri kita sebaik kita ingin dimengerti oleh orang lain. Ibaratnya kita menukar keadaan kita dengan keadaan pihak lain. Sejauh itulah kita ingin dimengerti oleh orang lain.

Memiliki pikiran positif berarti juga berusaha keras agar tidak mementingkan diri sendiri, memikirkan diri sendiri, sedikit egois, sedikit keakuan. Berani mengeluarkan pikiran positif berarti menghendaki kita tidak mengeluarkan prasangka jelek yang kalau kita ikuti malah akan menguras habis tenaga kita. Sedangkan mengeluarkan pikiran positif berarti menghendaki ion-ion positif tetap kita keluarkan dengan afirmasi diri dan bahasa verbal yang jelas dari lisan kita.

Lantas bagaimanakah agar pikiran positif itu dapat kita undang hadir dalam pikiran kita? Sedikit ikhtiar ini mungkin bisa kita coba.

  1. Kenalilah. Kenali benar situasi yang dihadapi pihak lain. Cari sebaik dan seluas mungkin informasi yang kita butuhkan.
  2. Mengerti dan pahamilah. Kalau sudah mengenal, maka langkah berikutnya adalah menyelami keadaannya dengan berempati sebagaimana bila kita yang menghadapi keadaan pihak lain tersebut. Bisa jadi keadaannya justru lebih berat lagi dibandingkan diri kita sendiri.
  3. Tukar posisi. Sederhananya, apakah kita suka bila kita tahu bahwa orang lain memiliki prasangka buruk pada kita padahal kita tidak sebagaimana yang disangkakan? Jadi, tentu kita pun akan merasakan ketidaknyamanan sendiri. Bahkan berprasangka buruk pada diri kita saja sudah tak mungkin terbayangkan, bagaimana bila orang lain itu juga diri kita? Sulit memang, karena tingkat empati itu sulit, mungkin kita baru pada tahap simpati saja.
  4. Bersabarlah. Bila urusannya bersabar, maka kita sebaiknya mulai bersahabat dengan waktu.
  5. Berdoalah. Menahan pikiran negatif perlu benteng. Membangun benteng membutuhkan kekuatan. Kekuatan itu perlu ditambah. Tambahan kekuatan itu harus kita cari dengan doa. Selain itu, kemukakan bentuk pikiran kita dalam berbait doa. Mudah-mudahan itu akan jauh lebih produktif ketimbang menelan kekesalan sendiri.
  6. Percayalah. Meletakkan kepercayaan tergantung pada sebesar apa harapan kita. Menyelipkan dan memberikan rasa ragu pada hati kita akan meruntuhkan besarnya kepercayaan kita. Karena semua yang kita harapkan adalah bagaimana kendali pikiran kita.

Semoga bermanfaat adanya. Semuanya adalah untuk kita mulai. Perkara hasil itu pasti terjadi. Semua tergantung pikiran kita dan kepercayaan kita pada harapan kita. Jadi, peliharalah harapan itu. Yakinlah pada apa yang baik. Bila yang terbaik itu adalah berbaik sangka, maka baiklah dengannya, setialah dengannya, maka Anda akan melihat bahwa semuanya akan berjalan sesuai atau paling tidak mendekati harapan Anda. Ingatlah bahwa doa adalah segalanya. Doa menandakan kelemahan kita. Kelemahan yang menandakan bahwa kita berharap dikuatkan. Selama kita yakin akan yang terbaik, maka hasil pun akan mengikuti. Ini hanya masalah waktu. Kalau sabar, pasti dapat.

InsyaAllah.

Sahabat

Arti sahabat buat setiap orang memiliki sedikitnya arti yang cukup sama. Sahabat sejati memang sangat-sangat sulit dicari. Benar. Keberadaannya ternyata bagi saya pribadi adalah kesediaan untuk saling mengisi. Sahabat sejati memang sangat berharga. Benar-benar bisa bercermin. Segalanya serasa lautan ilmu bila kita mendapatkan sahabat yang seperti mutiara. Begitulah kira-kira gambarannya. Bila kita salah, kita dikoreksi. Tapi kita juga tidak pelit untuk saling memuji. Hingga terasa segala jalan pikiran dana perasaan kita itu ibaratnya sejalan. Ada ikatan hati. Padahal yang namanya sahabat bisa jadi lebih dekat daripada keluarga sendiri…ya dalam beberapa hal pastinya.

Sahabat…aku sangat menyayangi kebijaksanaanmu. Tak banyak yang bisa sepertimu.

Sahabat…sekali ku bertemu, serasa setahun kita berjumpa.

Sahabat…tak banyak yang ingin aku katakan selain aku bersyukur bisa menjadi manusia yang jauh lebih baik sejak bersamamu.

Membaca dan Mengalami = Feel!

Malam ini, kali ke sekian jari ini menekan tombol-tombol laptop yang telah seminggu juga tidak diaktifkan. Bahkan ini tulisan perdana saya di awal tahun 2010 di hari ke-10. Sebenarnya akhir-akhir ini saya sedang sedikit memberi ruang dan waktu juga untuk jiwa ini dengan pencerahan bentuk lain, namanya baca buku. Sekali lagi, memang bukan hal baru. Tapi dengan menyelaminya…akan selalu terbuka daerah jelajah baru yang fantastis. Kadang saat atau setelah membaca buku, ada rasa sedih sendiri, mikir sendiri, tertawa sendiri, bengong sendiri…bahkan memuji diri sendiri yang ketahuan polosnya.

Kalau saja orang tahu bagaimana asyiknya menjelajahi dunia yang baru kita tahu…? Wah! Akan banyak hal yang menambah kualitas mental dan jiwa kita. Ya, sebagaimana sedikit atau salah satu tip memulai sesuatu yang disebut membaca, maka mulailah dari sesuatu yang kita sukai lalu beranjak kepada sesuatu yang membuat kita penasaran. Memang tidak ada gunanya membaca tanpa semangat, semangat saja juga belum cukup karena tidak ada tekad. Lalu bagaimana mengundang semangat datang? Ya, Anda harus memiliki harapan!

Kali ini ada sesuatu yang menarik untuk dibagikan ke tengah Anda semua. Pernah tidak ketika membaca sesuatu yang baru, lalu keesokan harinya atau pada hari-hari berikutnya, kita dihadapkan pada apa yang baru kita baca kemarin?

Saat ini saya membaca buku yang sebetulnya jarang pernah saya mau baca karena ceritanya belum jadi urusan saya banget. Kalau sudah saya baca pasti akan saya referensikan di blog ini. Karena ceritanya juga saya masih membacanya dan dengan membacanya itu benar-benar memberikan nasihat yang manusiawi, mengena, tidak menggurui, dan membuat kita membaca terus berulang-ulang. Wajar juga jadi begitu karena ini semacam buku terapi sederhana. Bahkan isinya pun banyak dibahas di media-media lainnya. Apa itu? Nanti…setelah saya selesai membacanya, pasti akan saya bagi!

Jadi, setelah saya membaca suatu yang harus saya pahami, berhubung buku ini termasuk buku terapis, pastinya harus dipahami dengan merasakannya. Ternyata ketika kita harus menjadi pribadi yang banyak mendengarkan, maka kita akan menjadi pribadi yang penuh kasih…penuh damai…dan full of life. Saya sempat tergugah juga menyadari hal seperti ini. Karenanya saya mengangguk menyetujui isi buku yang baru saja saya baca, lalu dengan takdir mempertemukan saya supaya saya mengerti dan memahami…apa yang baru saja saya baca. Sungguh luar biasa! Tidak disangka ternyata setelah bab membaca, maka bab baru yang harus kita kembangkan adalah bab mendengarkan. Karena menjadi pribadi yang demikian tidak mudah! Saya belajar mengalaminya dan menyelaminya dengan baik. Berusaha menghubungkan puzzle yang saya susun antara membaca dengan menghadapi realitanya.

Bahkan minggu malam yang lalu sesaat sebelum saya menutup pembicaraan dengan teman saya yang lama tak jumpa, kami jumpa di chatting room, saya meminta nasihat darinya. Dia hanya bilang, “Sabar dan tawakal billah.”

Esoknya…ternyata kejadian juga bahwa ternyata diuji juga tuh kesabaran dan tawakal saya. Padahal chatting dengan teman saya itu pun selama hampir 4 jam judulnya saya memberi kesempatan padanya untuk bercerita. Itu persis setelah saya membaca bab tentang menjadi pendengar. Wow! Saya langsung mensyukuri pelajaran ini. Benar-benar tidak disangka. Saya jadi tersenyum sendiri….

Semoga dengan menyadari bahwa bukan usia kita saja yang bertambah, semoga kita pun memberi ruang bagi jiwa kita untuk mengembangkan dirinya. Selama kita memberinya kesempatan, bukan malah memenangkan nafsu atau emosi kita semata. Ya, ini perlu pembelajaran. Selama pembelajar itu tahu untuk selalu menambah pengalaman, dia tidak akan pernah berhenti. Kalau sudah berhenti, biasanya harapan sudah jauh dari pikiran.

Selamat menikmati menjadi manusia pembelajar, sepanjang hayat!

Membaca: Keseimbangan Alam Pikir dan Sisi Jiwa

“Membaca adalah jendela dunia. Membaca bisa membawa pembacanya menjelajah alam di luar imajinasi kita. Membaca menjadi sesuatu yang menyenangkan karena perasaan membawa kita masuk ke dalamnya. Membaca menjadikan kita sedikit open minded dalam memahami banyak hal. Dan membaca membuat kita sedikit lebih bijaksana memaknai dan menyikapi hidup.”

Berikut ini saya kutipkan lebih dahulu sebuah artikel singkat. Berikut petikannya yang saya copas dari :

http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=106646

Berinternet Tingkatkan Fungsi Otak

HASIL penelitian yang dilakukan para ilmuwan dari University of California, Los Angeles (UCLA) menemukan bahwa kegiatan berselancar di dunia maya bagi para pengguna internet paruh baya atau lebih tua dapat meningkatkan fungsi otak mereka.

Dr. Gary Small dari Semel Institute for Neuroscience and Human Behavior di UCLA mengatakan, “Kalangan orang tua dengan pengalaman menggunakan internet yang minim, bisa meningkatkan kemampuan fungsi otak mereka dengan berselancar di dunia maya. Bahkan meski hanya sebentar, kegiatan berinternet mampu mengubah pola aktivitas kinerja otak serta meningkatkan fungsinya. “Small dan timnya menyeleksi sekitar 24 partisipan berusia antara 55 hingga 78 tahun.

Setengah dari sampel partisipan memiliki pengalaman menggunakan internet, sementara sebagian lainnya tidak terlalu berpengalaman dalam berinternet. Setelah diberikan pelatihan internet, peneliti kemudian menganalisis aktivitas otak para partisipan yang minim pengalaman. Dengan alat khusus, terlihat bahwa hanya dalam waktu singkat, pola aktivitas otak mereka sangat mirip dengan mereka yang berada dalam kelompok yang mahir berinternet.

“Hasil penelitian tersebut menunjukkan, berselancar secara online bisa menjadi bentuk latihan sederhana yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pengenalan pada orang-orang paruh baya,” kata peneliti lainnya Teena D. Moody. Menurut Moody, saat melakukan pencarian dan browsing di internet, kemampuan dalam mengingat dan menggali informasi penting dari sebuah gambar atau kata menjadi sangat penting. Oleh karena itulah, otak dipicu untuk bekerja (berpikir) lebih keras. (Xinhua/jam)***

Well, bagaimana? Sepertinya cukup menggembirakan, lho! Alam otak memang luar biasa complicated alias rumit. Alam yang sampai kapan pun manusia sangat minim menguliknya. Namun tak ada ruginya kita sedikit mengupas hikmah benda lunak dalam tempurung kepala kita.

Ternyata ada begitu banyak cara ‘menyehatkan’ otak kita. At least yang paling kita kenal adalah hubungannya dengan dunia membaca dan menulis. Ada juga istilahnya ‘merehat’ kerja otak kita.

Kita juga pasti sering mendengar dua otak, kiri dan kanan kita. Makanya jika yang dipakai selalu otak kiri, biasanya akan mudah kita mengeluh atau lelah atau apalah yang judulnya jenuh.

Sementara bila otak kanan yang bekerja, hmmm… jangankan lelah, kerasa apapun juga dijabanin. Ya, main game sederhananya. Sampai kapan juga lumayan kenyang tuh tanpa makan.

Dalam rutinitas bekerja juga demikian. Misalnya aktivitas harian saya yang kalau orang lihat kerajinan banget ngerjain ini-itu, jalan sana jalan sini. Ya, saya pekerja yang memang sering singgah ke tempat manapun orang membutuhkan jasa mengajar saya. Privat misalnya. Paginya bekerja, sorenya jalan-jalan. Begitu saja saya mengartikannya. Menyalakan api otak kanan saya agar yang saya lakukan lebih menyenangkan diri saya sendiri dan tentunya orang lain. Hasilnya, pulang tiap malam pun Alhamdulillah tidak menjadikan saya datang terlambat, selagi mampu dan memang dalam kapasitas yang saya perhitungkan. Bukankah semua hal harus diperhitungkan?

Nah, saya sendiri pun jadi lebih menghargai saya sendiri, lebih banyak mensyukuri bahwa semakin kita berterima kasih kepada Allah atas apa yang saya jalani selama ini, pasti Allah akan tambahkan lagi. Pokoknya pekerjaan dari pagi sampai sore lama-lama saya bawa enjoy. Ibaratnya saya silaturahim, menjelajah dunia yang berbeda dan penuh warna setiap kali. Malah bisa-bisanya saya yang kangen dengan siswa-siswa menjelang sore saya šŸ™‚ tak jarang juga saya yang dikejar-kejar deringan telepon sekedar menanyakan saya jadi datang apa tidak. Bagaimana saya tidak menikmatinya? Berarti kan orang menanti saya. Kalau menjadi orang yang dinanti kedatangannya kan berarti ada gunanya… šŸ™‚ menghibur diri ceritanya. Tapi, benar, lho!

Membaca itu memang harus distimulan. Mulai dari hal yang paling dekat saja dengan apa yang kita mau. Begitulah saya membahasakannya. Lama-lama pasti tergerak untuk mencari bahan bacaan lain yang mungkin tidak pernah kita baca sebelumnya.

Membaca itu sebenarnya dapat menyeimbangkan kerja dua otak kita. Dan tidak ngerasa cape. Kuncinya satu, ikut meleburkan diri. Ini bisa kita analogikan kalau kita melihat film. Coba kalau yang gampang terharu macam saya, melihat yang menyentuh hati aja udah langsung berlinang air mata tuh. Cuma kalo lagi otak kirinya nyadar, cepat-cepat deh ga jadi tuh air mata jatuh šŸ™‚

Pada akhirnya suasana emosi dan wawasan keberpikiran kita cenderung lebih bijaksana. Percaya atau tidak, lakukan saja.

Nah, bila anda suka menulis atau mulai suka coba-coba menulis, lakukan saja. Mulai saja dari apa saja yang Anda suka untuk menulis. Hasilnya jauh lebih segar lagi buat otak kita. Percaya atau tidak, ini akan mempengaruhi komunikasi sosial kita. Karena dari menulis kita mulai dibiasakan berpikir logis, runut dan ada tujuannya. Masa iya nulis tidak ada tujuannya? Jadi InsyaAllah dengan menuangkan ide, kita jadi terbiasa juga kapan berbicara, kapan diam.

Mind and Soul

Saya bukan orang yang ahli untuk bicara mind and soul. Namun izinkan saya sedikit berbagi rasa tentangnya. Pikiran biasanya menuntun kita untuk ‘back to reality’. Sementara jiwa cenderung dipengaruhi oleh suasana hati (emosional). Bayangkan jika Anda tengah membuat sebuah keputusan. Betapa melelahkan sebenarnya pergulatan antara pikiran dan jiwa atau sisi emosional kita. Okelah karena saya yang berbicara ini perempuan, maka sudut pandangnya pasti dari perempuan. Itu pun berbeda-beda, ada yang dominan logis, ada yang dominan emosional. Terserah bagaimana Anda memandangnya, semoga saja dapat diterima.

Ketika harus memutuskan, peran otak kiri adalah semacam mencari bahan. Menganalisis untung rugi, manfaat atau tidak, efisien atau tidak, pokoknya yang sifatnya bahan perhitungan (kalkulatif). Sementara emosional mempengaruhi imajinasi prediksi dan lainnya yang sifatnya sugesti. Akhirnya di mana letak keputusannya? Cuma satu! HATI YANG ZMP (zero mind process)- istilah yang saya pinjam dari ESQ-165.

Untung rugi jadi tidak masalah, karena dalam jiwa yang ikhlas ujungnya bukan akhir…tapi semacam titik balik. Misalnya ketika belum sesuai dengan harapan, ya, sudah berarti memang bukan jalannya untuk dilalui. Jika ya, tentu tantangannya juga tidak main-main. Masing-masing meminta demand yang setimpal. Sayangnya ya itu tadi, sisi emosional sering kali jadi sangat dominan bila kenyataan tidak (belum) sesuai harapan. Kebanyakan kaum perempuan demikian, namun sebaliknya dengan kaum pria. Memang Allah membuat perumpamaan perimbangan yang luar biasa dengan diciptakannya Adam dan Hawa.

Ketika saya singgung dengan membaca sebenarnya saya mengajak hidup lebih produktif saja. Meskipun ada begitu banyak cara kita menyeimbangkan alam pikiran kita dengan jiwa. Not only reading. Anda bisa mengeksplor lebih luas dan dalam.

Selalulah optimis. Karena optimis itu lahir dari keberusahaan kita mengelola otak kanan dan otak kiri kita. InsyaAllah, memang kita ini tidak sempurna, namun paling tidak kita berusaha ke arahnya.

Thank You Effect!

Malam kemarin, Senin, saya masih di angkot dalam perjalanan pulang. Waktu menunjukkan pukul hampir 9 malam. Seharian itu saya dengan teman-teman usai menonton Sang Pemimpi. Tadinya mau pulang saja. Tapi ternyata informasi dari teman lainnya, kita semua ditunggu di rumah seorang Ketua Komite Siswa. Pak Romi namanya. Beliau adalah sosok yang sangat ramah dan peduli dengan kami semua. Ya, singkatnya banyak pembicaraan kami masih tersisa hangat dalam ingatan saya sewaktu pulang malam itu.

Sebenarnya saya tidak terlalu duduk dekat belakang supir. Ketika satu per satu penumpang mulai turun, saya duduk mulai agak mendekat dengan pak supir. Saya baru mendengar jelas ketika saya menyadari ada penumpang yang turun.

“Terima kasih.” ucap sang supir.

Si penumpang hanya bisa mengangguk dan tersenyum.

Ya, saya masih tertegun. Hingga seorang bapak setengah baya turun. Kemudian ia menyodorkan uang seribuan.

“Terima kasih.” ucap sang supir lagi.

Lagi, si bapak setengah baya itu agak kikuk atau heran, entahlah. Yang jelas saat angkot yang saya naiki berlalu, saya melihat untaian senyum mengembang darinya. Padahal lumayan tegang juga wajah si bapak ini. Saya merasakan penghargaan yang luar biasa, lho! Apa sih artinya terimakasih bagi si supir ini? Apa untungnya coba? Padahal uang yang dia terima pun paling hanya bilangan 1000 sampai 2000 rupiah? Saya yakin bukan cuma saya yang mendengar sang supir bilang terima kasih. Saya yakin penumpang lainnya juga demikian.

Malam itu saya belajar bagaimana ucapan terima kasih itu datang dari seorang yang sederhana dan mungkin bukan orang yang perlente yang tampil eksentrik sebagaimana penumpang biasanya berpenampilan. Toh banyak supir yang boro-boro bilang terima kasih, ada juga sumpah serapah dan kekesalannya pada saingan lain yang akhirnya ditumpahkan pada penumpang. Atau bila tidak ditumpahkan pada penumpang, biasanya kesal hingga harus ngebut ga karuan.

Kata terima kasih itu adalah afirmasi positif yang luar biasa yang tidak mungkin bagi siapapun yang mendengarnya malah kesal atau malah tidak terima. Tidak mungkin. Para penumpang yang mendengar ucapan terima kasih dari si supir ini pasti akan belajar menghargai setiap orang yang berhubungan dengannya. Sekalipun seorang supir yang mungkin kita pernah pandang sebelah mata. Padahal bagaimanapun ia berjasa mengantarkan kita hingga ke tempat tujuan dan itulah gunanya kita membayarnya, kan?

Jadi, berterima kasihlah kepada siapapun yang berbuat baik pada kita. Siapapun, meskipun seorang anak kecil yang telah berbuat baik pada kita. Dengan demikian dunia akan terasa penuh kasih dan damai. Insya Allah…

Ketika tiba di ujung gang rumah saya, saya minta supir menepi dengan bahasa umumnya. Si supir menanggapi dengan positif. Ia menepi. Lalu dari belakangnya, bukan setelah turun, saya menyodorkan uang 2000 rupiah lebih dulu dan langsung mengucapkan terima kasih. Persis saya mengucapkannya pun si supir ini mengucapkannya juga. Hmm…itulah kehidupan saling menghargai.

Dua Novel Sehari

Hmm, liburan akhir tahun tlah tiba. Segala kepenatan dan rutinitas telah berlalu untuk sementara. Ya, hanya sementara. Patut disyukuri karena jika waktunya liburan begini, sebenarnya waktu yang paling baik untuk menata jiwa dan pikiran. Pastinya. Just wanna say have a nice vacation! Semoga saja liburan ini bisa membuat batin menjadi lebih cerah dan stronger.

Oh, iya. Jumat kemarin, saya baru melahap dua novel yang genrenya sama, tentang mempertahankan makna pernikahan dari sudut pandang pernikahan awal dan sejatinya makna pernikahan itu akan dibawa ke mana baik oleh pasangan sebagai suami dan istri. Bagaimana sih memaknai perpisahan yang selama ini terjadi pada banyak pasangan. Nah, novel ini ingin mengetengahkannya begitu rupa melalui tokoh Sarah dan Nabil. Novel pertama yang saya baca bulan ini adalah Dongeng Semusim. Point of viewnya adalah perjalanan jiwa tokoh Nabil sebagai imam keluarga yang justru melalui banyak pergulatan batinnya sendiri, jauh dan tak pernah terpikirkan olehnya sejak pertama menikah. Sefryana Khairil, si penulisnya, menyajikan dalam bentuk sisi emosional yang begitu terasa. Bagaimana pergolakan batin Nabil begitu digambarkan gamang sejalan dengan perubahan (perbaikan) yang justru ditunjukkan Sarah, istrinya semenjak menikah hingga sanggup membuatnya berpindah keyakinan demi bisa bersama hingga akhir usia. Bagi Sarah, entah lenyap ke mana kepribadian Nabil yang membuat Sarah yakin dialah lelaki yang layak menjadi pemimpin bagi dirinya dan ayah dari anak-anaknya.

Sosok Nabil ini digambarkan sebagai lelaki yang intinya nikah itu have fun aja. Sama seperti sebelum nikah, hanya bedanya ada orang di sampingnya aja ketika terbangun. Prinsipnya tidak mau ribet dengan tanggung jawab. Ya, intinya bingung dengan perubahan istrinya yang semakin mau belajar tentang Islam sebagai keyakinannya yang baru. Bagi Nabil, itu rumit. Padahal have fun aja. Ya, dengan berbagai peristiwa satu demi satu Nabil mulai menyadari untuk apa sebenarnya menikah. Alam yang asing baginya sebelum dan di awal pernikahan.

Ya…layaknya drama. Akhirnya ya happy ending gitu.

Namun paling tidak memang menggambarkan sepanjang apa sih kita mengartikan jodoh. Sampai mana sih jodoh itu? Ya, mempertahankan kasih sayang di antara mereka yang menjadikan konsep jodoh itu lazimnya langgeng. Bukan sekedar kata komitmen, atau cinta, atau bumbu lainnya. Namun sepanjang dan sekuat apakah berkasih sayang itu dapat ditunjukkan oleh pasangannya masing-masing. Apakah yang katanya berkasih sayang itu menjadikannya tidak memenangkan egonya sendiri. Widiihhh… what did I say? Ya, I say what I’m thinking dunk.

Nah, novel yang kedua adalah After the Honeymoon. A novel by Ollie. Ya, seperti yang sudah saya bilang di awal, ini genrenya sama, tentang intrik-intrik awal pernikahan pasangan muda. Tokohnya Ata dan Barra. Lagi-lagi tokoh yang ditulis sebagai pasangan yang penuh pergolakan jiwa adalah sang suami, Barra. Ia simple dan belum merasa siap untuk bertanggung jawab. Ya…seperti biasanya novel happy ending. Mereka bisa melalui dengan membuat sebuah solusi-solusi untuk setiap kekurangan mereka. Terutama Barra yang kerjaannya mentok maunya begitu-begitu aja. Tidak prestatif man, deh. Ga bisa nyetir, suka beli yang bukan prioritas macam barang elektronik keluaran baru, dll.

Beberapa hal memang menjadi intinya. Bahwa masalah sebenarnya hanya masalah pasangan itu saja, jangan melibatkan pihak lain. Sejak awal hingga nantinya. Kemudian menguatkan satu dengan lainnya. Bukan menjatuhkan dua-duanya. Sosok Ata dan Sarah adalah tokoh sentral yang tetap ingin menunjukkan kekuatan kasih sayangnya sementara sosok suaminya gamang. Ohya, terakhir adalah bagaimana sebagai pasangan bisa menjadi SAHABAT dalam perjalanan hidupnya. Begitu kata Mario Teguh. Bahwa sesungguhnya bukan sekedar cinta saja yang menjadikan kelanggengan suatu pernikahan namun apakah CINTA itu bisa membuat PERSAHABATAN di antara mereka. Kalo sudah tidak bersahabat, maka yang biasanya terjadi malah pisah. Padahal dalam kisah 2 novel ini, mereka memperbaiki dan mencari solusi yang bukan pisah, tapi solusi yang membangun mereka berdua yang berorientasi pada tujuan. Bukan ego semata.

Semoga bermanfaat.

2012 Is All About

Hehehe…nampaknya semua jerih payah Sabtu, 16 November 2009Ā  lalu di XXI Artha Gading lumayan terbayar juga. Ceritanya benar-benar spontan abiz. Perkara awalnya kita emang ga niat gitu kalo hari ini bakal kesampaian juga nonton di hari ke-2. Sama sohib ngajar, kita jalan dah siang sabtu itu… habis datang di Mamanya Marissa, murid kelas 2… undangan walimatus safar. Nih sohib tiba-tiba aja berbisik mesra…katanya, “Bu, jadi ga’ nih kita…,,,?” Nah lho, batin bilang aku janji apaan ya sama dia? Perasaan kagak pernah bilang janji apapun. Kujawab aja ringan, “apaan sih?” Yaa…dia lupa, katanya. Katanya mau nonton 2012?? Hoho…lupanya nih…lupa, lupa, lupa…!!? apalah hendak di kata?

Awalnya sebelum pemutaran perdananya Jumat lalu, saya memang tengah bergosip ria tentang nih film. Masalahnya saat sohib saya bilang tentanng film ini, saya sama sekali out of the world dah…kagak tahu apa-apa maksudnya. Emang lagi ada acara yang harus saya tangani. Maklum jadi kepala proyeknya jadi agak-agak keliwat gitu kalo ada iklan apalagi tentang 2012 ini.

Sohib saya ini nanya apa saya dah lihat iklan 2012. Dasar saya ga nyambung, jadilah saya bingung, apaan tuh? Ceritalah dia tentang ikaln film yang dia lihat tadi malam. Olala,,,,rupa-rupanya begitu juga yang ditanyakan anak-anak tentang kiamat…walah,,,,nyambung aku sekarang. Yang pertama kali diceritakan sohib saya ini adalah kedahsyatan gambaran filmnya. Baguuuussszzz….zz…sekale katanya. Akhirnya jadilah mungkin saat itu saya spontan ngajak dia nonton sekalian di hari pertama atau keduanya. Pas sabtu itu yang saya bengong mau diajakin ke XXI.

Siangnya langsung kita menghubungi XXI dan yup! Ternyata dah maen. Malahan pas ada yang diputer siang. Berlajulah kami ke XXI. Sampai di sana sekitar pukul 13.50-an. Baru ada lagi ternyata pukul 15.15. Ya sudah. Walah…ternyata dengan 5 loket yang dibuka, antreannya…wuihhh,,,,mantap boo…??! dari loket depan sampai tembok belakang mantap panjangnya. Bahkan selidik punya selidik ternyata banyak yang antre untuk dapetin tiket yangĀ  pukul 8 dan 10 malam. Ampuunn…

Sebetulnya kita udah pasrah aja dapet ga dapet ya gimana nanti. Mau antre kok kayaknya ga yakin bakal dapat yang pukul 3 sore. Akhirnya sohib yang punya inisiatif ini meminta kebaikan seorang gadis berkerudung muda yang sedang antre sekitar 6 orang lagi dekat meja tiket depan. Singkatnya akhirnya dapat juga yang pukul 15.15. Memang bangkunya yang row 2 di depan tengah. Tapi ga masalah! Dah nanggung. Mo milih malam, kita kagak milih dah.

Jadi deh akhirnya kita nonton. Asyik dah ngeliat visual effect yang mantapz abiz.Ā  Hehehe…apalagi melihat yang maen. Ternyata John Cusack. Malah tadinya ga pernah kepikiran siapa yang maen. Pokoknya nonton aja judulnya.

John Cusack plays the role Jackson Curtis, a divorced writer who occasionally works as a limousine driver: will he be able to save his kids from Emmerichā€™s flood? Hope so! šŸ™‚

Lumayan deh bisa lihat penampilan terkininya John Cusack. Dah jadi bapak-bapak sih tampangnya, tapi lumayan cool banget dan sesuai banget dengan peran yang dia mainkan, penulis buku yang 400-an kopi. Agak cuek namun intutitif juga menurut saya. Jadi semacam oleh-oleh kecil deh soalnya benar-benar ga tau siapa yang maen.Ā  Perannya yang saya suka ini ehmmm,,,tentang seorang ayah yang statusnya pisah dari istrinya. Sementara istrinya dah nikah lagi. Dari semua rentetan kejadian yang ditampilkan, sang ayah ini-Jackson Curtis- biar bagaimanapun mempunyai insting untuk menyelamatkan anak-anak dan -bagaimanapun juga- keluarganya meskipun sudah devorced. At least, itulah yang saya suka dari balik perannya. Toh tidak ada bekas ayah dan bekas mama. Apalagi bekas anak. Kecuali bekas suami atau bekas istri (mantan, maksudnye).

Antara kemanusiaan dan ego para pemimpin juga ditampilkan dalam film ini. Bagaimana sikap memutuskan anatara pemimpin dan rakyat yang digambarkan dalam film ini sempat ditinggalkan begitu saja. Namun tetap eksistensi pemimpin sebagai pengambil keputusan juga sangat baik dilukiskan dalam film ini. Pemimpin tetap pemimpin. Para punggawa, semacam ahli geologis atau ahli lainnya memang sekedar pemberi keterangan, namun mereka tetap tau di mana mereka berdiri. Nice…

Ketika saya memperhatikan bagaimana Bahtera itu dibuat dan oleh siapa, lantas saja saya kagum. Kenapa? Jelas dilihat bahwa yang membuat empat bahtera giant itu adalah China. Pekerjanya pun orang China. Dalam pikiran saya kenapa China, ya?? Berarti China ini memang diperihitungkan menjadi bagian dunia yang kredibel dan diandalkan.

Sisi lain…? Ya, ada cuplikan kata-kata yang mengatakan bahwa ini awal kehancuran USA. Namun endingnya tetap aja orang-orang Barat yang selamet…hehehe… ya,,, namanya juga film mereka… ga mungkin juga lah menceritakan seluruh dunia, meskipun bisa aja…

‘Keberuntungan’ dan ‘Kebetulan’ yang kebetulan

Memang awalnya dikisahkan sudah muali terjadi tanda-tanda di tahun 2010. Sepertinya film ini mencoba menampilkan sisi ilmiah dan sisi suku Maya yang diceritaka telah tahu kejadian ini tentang bencana besar tahun 2012. Ya…begitulah alkisahnya. Aksinya cukup memikat. Hampir selama nonton, ga mau ada kehilangan momen, apalagi dasar filosofinya. Bisa ga ngerti sampai ending dah… Hal lainnya juga kalau diperhatikan adalah betapa kebetulan dan keberuntungan yang sangat-sangat ‘dibuat-buat’ nyambung gitu. Mulai dari Jackson yang membawa kedua anaknya liburan di kawasan restricted. Lalu pertemuannya dengan seorang ahli geologis dan peramal nyentrik di tengah kawasan hutan itu yang juga seorang penyiar. Lalu Gordon, suami baru istri Jackson yang ternyata bisa menerbangkan pesawat dua mesin, padahal dia bisanya satu mesin, itupun baru belajar, pertemuan anak presiden dengan si ahli geologis, apalagi pas Jackson kenal dengan bosnya yang orang Rusia itu. Lalu ditolong di daratan China yang juga ‘kebetulan’ mau pergi ke arah bahtera…dan so many lainnya yang bahkan naik ke bahtera sebagai penumpang gelap pun juga sangat kental dengan suasana kebetulan dan keberuntungan yang kentara. Padahal dunia seluas jagad raya ini bisa mempertemukan mereka dengan alur skenario yang sebatas movie. Hahaha…belum lagi si pilot Rusia yang dipanggil Sasha… bisa-bisanya ternyata dia pilot dan pake punya hubungan dengan teman wanitanya Bos Rusia yang kembar anaknya itu…Ampunnn…begitulah namanya film. Nampaknya nih film memang mengetengahkan faktor visual effect dan fiksi ilmiahnya. Grrr…

Masalah visual effect?? Keren. Cuma bagi saya masih keren Jurassic Park!! My favorite movie everrrRR…

Sorotan

Bagi teman-teman saya yang dah nonton. Ada aja namanya komentar. Ya yang bilang ga mungkin lah selamet tuh pesawat, trus masa yang hancur pas ada si Jacksonnya aja. Tempat lain ga ada…aneh..ah, katanya…

Ya namanya juga komentar. Ada aja. Bener khan,,,mengingat tulisan saya yang lalu tentang betapa ‘baik’ sesuatu atau seseorang pasti tidak lepas dari yang namanya komentar miring atau tegak…

Padahal ini film visual effectnya mantap banget. Kata sohib saya yang pade nonton juga ngeri, apalagi benerannya…MasyaAllah katanya! Tapi toh tetap aja ada sisi komentar miringnya.

Masalah larangan MUI? Hmm…saya baru dengar itu pas minggu-minggu ini setelah 2 atau 3 hari nonton. Menyesatkan katanya. Namun begini, menjelang akhir film 2012 yang saya tonton waktu itu, persis ketika adegan penanggalan yang baru, yang tebakan saya ternyata benar juga, kalau dalam film ini ada yang selamat, saya langsung berbisik pada sohib di sebelah kiri saya. Saya bilang begini, “Bu, ini mah namanya bukan kiamat!! Ini mah cuma bencana super duper dahsyat,,,gitu, Buu…! Orang ada yang selamat gitu, kok.

Jadi ketika kemudian ada larangan, sebenarnya malah membuat masyarakat tambah penasaran, lho. Nah…makin nyambung nih sama tulisan saya yang barusan saya posting. Tentang tindakan rekatif. Masyarakat harus paham di satu sisi ini jenis fiksi ilmiah, sementara di sisi lain, akidah kita juga musti kuat! Jangan menelan begitu saja isi cerita, misalnya masalah suku maya atau nilai-nilai lain yang diambil bukan dari nilai sebagai muslim. Itu wajar karena mereka yang membuat. Coba negara-negara muslim berpikir dengan mengangkat hal yang sama dan dahsyat sekalian tentang isi surat Al Insyiqaq, apa ga heboh tuch?? Jadi kalahkan mereka dengan level yang sama. Memperbesar volume begitu, sehingga dengan sendirinya pendengar akan mengarah pada volume yang lebih besar. Begitulah kira-kira my opinion.

Ya…selamat mengambil pelajaran sebijak mungkin…karena Anda adalah pembaca dan penikmat film yang cerdas memilih. Jangan sekedar ikutan, namun Anda punya prinsip sehingga ketika Anda ditanya, Anda tidak bilang, “ehmmmmmmmmmm…….ehmmmmmmm,……gimana ya? Katanya sih… blablabla….”Ā  Itu mah ke laut aja.

None of us knows the end of the day...one thing for sure is the life after the disaster. Time elapses and goes on, till we know that we all have done the best for others we can.

None of us knows when...but something we must know that we have done the best we can for others and God