Mudahnya Menyalahkan Keadaan

Jika hidup diibaratkan sebagai samudera maka sejauh mata memandang, betapa luas dan tak bertepi. Jika kita adalah bahtera itu, maka kitalah sang penjelajah samudera kehidupan itu. Bukan masalah ke  manapun tujuannya, perjalanan itu yang menentukan.

Hidup ini memang tidak selalu menyajikan hal yang sesuai dengan jalan pikiran kita. Tidak selalu menyajikan kesenangan saja. Itu sama saja menentang hukum alam, sunnatullah. Sama pula dengan membohongi diri sendiri. Memangnya siapa diri kita jika kita ingin enaknya saja. Memangnya kita ini sudah ‘merasa’ berhak dan layak menerima ‘kesenangan’ saja. Memangnya pula, kita ini sudah ‘merasa’ selalu memberikan yang baik, kesenangan, happiness, pada sekitar kita, hingga kita ‘merasa’ tidak pernah membuat sekitar kita sedih atau terganggu atau tidak nyaman dengan diri kita. Jika kita pun ‘merasa’ ‘layak’ untuk hanya menerima apapun sesuai dengan pikiran dan harapan kita, maka kita belum mengerti arti kehidupan yang sesungguhnya, yang hakikatnya.

Kehidupan (dunia) itu adalah paket lengkap bekal kita kelak. Allah memberikan paket kehidupan itu lengkap dengan diri kita, karena diri kita ini adalah paket yang sebenarnya. Paket yang hakikatnya juga telah lengkap dengan segala kebaikan dan kekurangannya. Jadi, kalau kita ingin senang saja di dunia ini, maka kita menentang diri kita sendiri.

Samudera dan bahtera. Apakah samudera yang mengikuti gerak bahtera? Ataukah bahtera yang menyesuaikan irama gelombang samudera? Hukum alam itu tidak akan pernah terbalik. Mau pakai ilmu apa juga tidak akan pernah bisa. Anda bisa menjawabnya bukan?

Sering kali bila penumpang bahtera itu ingin cepat sampai selalu bergumamm, kapan ya sampainya? Mana ya, daratannya? Kok lama, ya? Atau setidaknya berkata, kok jalannya lama amat, ya? Gimana sih kapalnya? Apa Anda melihat persamaan dari semua tanya di atas?

Semuanya tentang hal di luar diri kita, kan? Kok tidak bilang, kok aku tidak sabaran ya? Kenapa sih aku ini, kok sewot aja? Ada apa sih sama diri aku ini? Pada akhirnya semuanya jadi kelihatan cepat selesai hanya dengan menyalahkan keadaan. Bukan kita yang pertama.

Lalu mengapa mudah sekali seseorang menyalahkan keadaan? Mengapa begitu mudahnya bahtera menyalahkan gelombang? Padahal logikanya, kalau tidak ingin terkena gelombang, ya jangan pakai bahtera. Naik pesawat, memang jaminan aman? Pakai angkutan darat? Memang jaminan aman juga? Akhirnya pusing sendiri kan memikirkan caranya.

Pertama dan terakhir, dan yang utama adalah karena dirinya yang tidak mengenal dirinya sendiri. Terutama pikiran dan hatinya. Mulai dari kurang perhatian sampai tidak terurus sama sekali. Biasa memang manusia. Kalau urusan fisik, pasti siap siaga. Tapi kalau urusan soul and mind? Ntar duluu… Jerawat satu nemplok di wajah saja, sudah pusing 17 keliling. Tapi kalau pikiran kotor sedikit saja atau hati berprasangka jelek saja tidak pernah dipikirin kok. Biarin saja istilahnya. Itu sama saja orang yang jerawatan terus dia cuek dengan jerawatnya, dan tetap dibiarkannya jerawat itu dan pede pula. Akhirnya bagaimana rupanya? Ya, nilai saja sendiri. Kasihan sebenarnya kalau orang jauh dari dirinya sendiri. Ia akan jauh dari kehidupan itu sendiri.

Apapun alasan selain yang di atas, itu hanya turunannya saja. Sekarang kalau karena prasangka. Itu kan masalah pikiran kita. Kurang sabar, berarti kan masalah hati. So, memang kita selalu terkendala dengan sikap kita sendiri. Masalahnya sikap kita bagaimana pikiran kita. Sedangkan sikap kita melahirkan tindakan, sedangkan tindakan melahirkan kebiasaan, kalau sudah kebiasaan, biasanya melahirkan tabiat atau lama-lama jadi melekat dengan profil diri kita.

Memang paling gampang menyalahkan keadaan. Karena kita tidak mau mengakui diri kita sendiri. Akhirnya apa? Hidup kita dipenuhi dengan ketidaknyamanan, berat sendiri. Akhirnya kita memupuk arogan diri dan jauh dari yang namanya Rahmat Hidup. Masalahnya banyak dari kita yang ogah cari rahmat hidup, maunya nyari kesenangan semu semata. Hidup kita? Ya, minimal bagus dari luar rapuh di dalam. Mudah pecah. Wallahu’alam.

One response to this post.

  1. Posted by Elva on 4 Oktober 2011 at 13:16

    Like thiss….

    Balas

Tinggalkan komentar